Pendidikan Berbalut Keprihatinan dalam Pertunjukan Teater BADAI SEPANJANG MALAM
Menyeberangi sungai,
melewati hutan, mendaki bukit, dan berjalan kaki berjam-jam untuk sampai ke
sebuah lokasi pastilah sangat melelahkan. Pengalaman seperti itu akan dirasakan
oleh hampir setiap orang yang mengemban tugas mulia mengajar di daerah Terdepan,
Terluar, dan Tertinggal (3T).
Sebenarnya menjadi abdi
negara adalah sebuah tugas mulia. Terlebih lagi, jika mengabdi dengan
mengajar di daerah 3T yang jauh dari berbagai fasilitas kota. Kondisi di wilayah-wilayah 3T tersebut
memang masih sangat memprihatinkan. Angka kekurangan guru masih tinggi,
disparitas kualitas, mismatched, distibusi tidak merata, tingginya
angka putus sekolah, hingga rendahnya angka partisipasi sekolah, memerlukan
perhatian khusus dari pemerintah untuk perbaikan-perbaikan. Menurut Supriadi Rustad selaku Direktur
Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ditjen Dikti Kemdikbud menegaskan bahwa
“Jangan sampai Indonesia maju sebagian untuk urusan pendidikan. Indonesia itu
harus maju bersama-sama dan seluruh wilayah haruslah maju. Namun, pada
kenyataannya kita masih menemukan daerah-daerah yang sesungguhnya masih sangat
memprihatinkan dan inilah yang menjadi tugas kita bersama terlebih lagi tenaga pendidik”.
Sejak tahun 2011, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) melalui Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi (Ditjen Dikti) telah mengeluarkan program Maju Bersama Mencerdaskan Indonesia (MBMI). Salah satu program terobosan yang diunggulkan adalah Sarjana Mendidik di wilayah 3T (SM-3T). Hingga 2012, SM-3T telah menghasilkan lebih dari lima ribu sarjana mendidik dalam program ini. Program ini berpartisipasi terhadap percepatan pembangunan pendidikan di daerah 3T selain itu juga sebagai media penyiapan guru profesional. Program SM-3T dijalankan sebagai solusi jangka pendek sekaligus jangka panjang. Untuk jangka panjang, MBMI menyiapkan ketersediaan pendidik di daerah 3T.
Daerah 3T memiliki
peran strategis dalam memperkokoh ketahanan nasional dan keutuhan NKRI. Untuk
itu perlu percepatan pembangunan pendidikan di daerah tersebut. Dengan
memberdayakan sarjana pendidikan melalui program SM-3T ini, sebenarnya bisa
memberikan pengalaman pengabdian dan cinta tanah air kepada sarjana-sarjana ini,
terlebih lagi bagi mereka sarjana pendidikan.
Berbanding terbalik di
Sulawesi Tengah, masih banyak sebenarnya wilayah-wilayah yang jangkauannya
masih jauh dari akses pendidikan terbaik. Di Kabupaten Sigi misalnya, di
beberapa desanya masih minim sarana dan fasilitas pendidikan, bukan hanya itu
tenaga pendidikan pun sangat sulit ditemukan. Di Ngatapapu (Dusun 4), Dolo
Barat, Kabupaten Sigi memiliki sarana dan prasarana pendidikan yang jauh dari
kata Indonesia Maju Bersama seperti yang diungkapkan oleh Direktur Dikti. Para
pengajarnya hampir keseluruhan adalah tenaga sukarela (volunteer) yang mau mendedikasikan hidupnya untuk kemajuan
pendidikan di daerah tersebut.selain itu akses jalan juga dianggap sebagai
alasan yang membuat sulitnya anak-anak di daerah ini mendapatkan pendidikan
yang selayaknya di kawasan kota (maju).
Indonesia bukan hanya sekedar
membutuhkan tenaga pengajar namun haruslah seorang pendidik yang memiliki
dedikasi besar terhadap pendidikan di negeri ini. Masih banyak sekolah-sekolah
yang miskin fasilitas serta minim tenaga pengajar terlebih lagi jika sekolah
tersebut dinaungi oleh pihak pemerintah langsung, hingga tidak bisa dipungkiri
munculnya banyak sekolah-sekolah alternatif yang menawarkan metode pembelajaran
berbeda serta hadirnlah tenaga-tenaga sukarela (valounter). Hal ini seolah membuat kita bertanya kemana para
sarjana pendidikan yang memang dilahirkan untuk menjadi guru, kebanyakan dari
mereka masih betah dan bahkan menikmati profesi gurunya tersebut di kawasan
perkotaan dan sekolah yang telah memiliki sarana prasarana memadai. Masih
kurangnya animo sarjana pendidikan serta guru-guru muda yang mau ditugaskan di
kawasan 3T (Terdepan, Terbelakang, Terpencil).
Hal inilah yang menjadi keresahan bagi
kami di Komunitas Seni Lobo, dengan melakukan riset berbasis budaya kami
menghadirkan sebuah pertunjukan dengan latar belakang dunia pendidikan di
Sulawesi Tengah yang dikemas dalam konsep pertunjukan Teater. Serta untuk kedua
kalinya kami akan menggelar pertunjukan Teater ini selama 7 (tujuh) hari, agar
masyarakat bisa benar-benar akrab dengan teater, menjalin/membangun jejaring
kemitraan dengan pihak sponsorship juga media, masyarakat pun dapat menerima
pesan pendidikan yang kami sajikan dan tentunya untuk stakeholder/pejabat sudah
tak ada lagi alasan untuk tidak memiliki waktu menyaksikan pertunjukan ini,
karena mereka sendirilah yang nantinya akan memilih kapan waktu atau hari apa
mereka akan menyaksikan pertunjukan ini.
Pertunjukan Teater yang berjudul BADAI
SEPANJANG MALAM karya Max Arifin ini menjadi karya produksi ke Tujuh dari
Komunitas Seni Lobo sejak 2013 memulai produksi pertunjukannya. Naskah ini pun
masih kembali disutradarai oleh Ipin Cevin yang juga pimpinan sekaligus pendiri
Komunitas Seni Lobo dengan menghadirkan dua aktor baru (pemula) yaitu Putri
Nurnadia dan Mohammad Ibrahim. Untuk tata panggung dipercayakan pada perupa
Palu yaitu Yadhi Slamet.
Comments
Post a Comment
Tabe !