Pentingnya Kebijakan Intrnasional pada Pembangunan Kebudayaan Indonesia

Apa yang seru di twitter setiap kamis? Pantengin artikel menarik dari Koalisi seni Indonesia yang mengulas tentang kebijakan internasional maupun nasional yang berdampak pada pembangunan kebudayaan Indonesia.
Ulasan pertama yang dibahas kemarin adalah Konvensi UNESCO 2005 tentang Perlindungan dan Promosi Keragaman Ekspresi Budaya. Menurut Retha Dungga dan Annayu Maharani dari Koalisi Seni Indonnesia bahwa pembangunan kebudayaan adalah pembangunan yang tidak melulu tentang infrastruktur seperti gedung pertunjukan atau sekolah seni. Tapi juga pembangunan yang menjaga kebebasan warganya dalam hal ekspresi kultural, berpendapat, dan mendukung kemajuan masyarakat sebagai landasan pembangunan. Konsep pembangunan kebudayaan sebenarnya dinamis mengikuti zaman. Hari ini, ia berbasis hak asasi manusia dan lekat dengan pembangunan berkelanjutan (SDGs).
Turunan pembangunan kebudayaan adalah kebijakan kebudayaan sebagai instrumen mengikat untuk semua pihak berperan aktif dalam melindungi, mengatur, dan mendorong kegiatan-kegiatan yang terkait dengan budaya, seni dan industri kreatif. Sektor kebudayaan dipercaya dapat berkontribusi lebih di masa depan, baik secara sosial maupun ekonomi. 


Pada 2012 Indonesia meratifikasi Konvensi UNESCO 2005 yang merupakan instrumen legal unik pengisi kekosongan hukum internasional mengenai budaya. Ia menjadi pedoman internasional tentang peran entitas (barang, jasa, dan pelaku) budaya dalam pembangunan. Dorongan positif Konvensi ini menyemangati negara-negara anggota dalam penguatan tata kelola kebudayaan. 
Di Indonesia, tahun lalu pemerintah mengundangkan UU no 5/2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Kebijakan ini bertujuan memajukan kebudayaan nasional secara menyeluruh dan terpadu. Salah satu mandatnya adalah pendataan kebudayaan yang dilakukan oleh pemda bersama masyarakat, sejalan dengan semangat partisipatif yang digaungkan oleh Konvensi. 
Audrey Azoulay, Direktur Jenderal UNESCO, dalam Laporan Global Konvensi 2005 yang baru dirilis bulan lalu menyatakan, “Konvensi ini telah diratifikasi 193 negara dan menjadi ujung tombak UNESCO demi menguatkan kapasitas penciptaan, produksi, dan persebaran, serta aktivitas budaya. Negara-negara didukung untuk mengimplementasikan kebijakan secara umum bagi pembangunan sektor industri budaya dan industri kreatif yang tangguh dan dinamis.”
Kebudayaan lebih dari sekedar komoditas. Film, buku, seni visual dan keragaman ekspresi budaya membawa gagasan, identitas, dan aspirasi kita. Bentuk-bentuk ekspresi ini juga menciptakan pekerjaan, mendorong terjadinya perkembangan dan inovasi. Dua dimensi ini, budaya dan ekonomi, penting bagi perdebatan tentang pembangunan yang berkelanjutan, demikian ungkap Azoulay.
Isi Konvensi cukup panjang, namun tujuannya dapat terangkum dalam 9 butir, yaitu:
1. Melindungi dan mempromosikan keragaman ekspresi budaya.
2. Menciptakan kondisi di mana budaya-budaya dapat berkembang dan berinteraksi bebas saling menguntungkan satu sama lain.
3. Mendorong dialog antar budaya dengan memastikan pertukaran budaya di dunia berlangsung lebih luas dan imbang untuk mendukung kondisi saling menghormati antar budaya dan budaya damai.
4. Merawat 'interkulturalitas' (interaksi setara antar budaya yang beragam untuk melahirkan ekspresi budaya bersama lewat dialog dan rasa saling menghormati) dalam semangat membangun hubungan antar masyarakat.
5. Mendorong penghormatan atas keragaman ekspresi budaya dan meningkatkan kesadaran atas nilai tersebut di level lokal, nasional, dan internasional.
6. Mengafirmasi kembali pentingnya hubungan antara budaya dan pembangunan bagi semua negara, khususnya bagi negara berkembang, serta mendukung usaha tingkat nasional dan internasional untuk memastikan nilai sejati hubungan ini dikenali baik.
7. Mengenali sifat yang berbeda-beda dari kegiatan kebudayaan, barang, dan jasa, sebagai kendaraan identitas, nilai, dan makna.
8. Mengafirmasi kembali kedaulatan negara-negara dalam memelihara, mengadopsi, dan menjalankan kebijakan dan usaha-usaha lain yang dianggap pantas untuk perlindangan dan promosi keragaman ekspresi budaya di wilayah masing-masing.
9. Memperkuat kerjasama dan solidaritas internasional dalam semangat kemitraan dengan pandangan meningkatkan kapasitas negara berkembang untuk melindungi dan mempromosikan keragaman ekspresi budaya.
Dari 9 tujuan di atas, tersirat 8 prinsip utama Konvensi UNESCO 2005:
- Menghormati hak asasi manusia dan kebebasan mendasar
- Kedaulatan
- Kesetaraan martabat dan menghormati seluruh kebudayaan
- Solidaritas dan kerjasama internasional
- Aspek ekonomi dan budaya yang saling melengkapi dalam pembangunan
- Pembangunan berkelanjutan
- Akses terhadap keadilan dan kesetaraan
- Keterbukaan dan keseimbangan
Tujuan dan prinsip tersebut sangat berguna bagi pemerintah, juga pemangku kepentingan lain termasuk kita masyarakat, dalam mengambil sikap terhadap perbedaan. Keanekaragaman budaya adalah keniscayaan yang tak dapat dihindari. 
Konvensi ini menyemangati kita, khususnya bagi konteks Indonesia hari ini, bahwa saling menghormati perbedaan adalah kunci untuk memajukan kebudayaan kita.
Bahasan mengenai konvensi tersebut diambil dari beberapa referensi berikut ini:
1) The Convention for the Protection and Promotion of the Diversity of Cultural Expressionhttps://t.co/cPW1BABWOS
2) Ten Keys to the Convention for the Protection and Promotion of the Diversity of Cultural Expression http://bit.ly/2LqDNY

Comments

Popular Posts