Membaca Adab dan Peradaban dalam Festival Bunyi Bungi


Bungi dalam defenisi lokal masyarakat Kaili berarti sebuah lahan perkebunan yang terbentuk karena surutnya air sungai. Bungi sangat erat hubungannya dengan sistem kehidupan sosial masyarkat Kaili. Mulai dari sistem pertanian, kekerabatan hingga kebudayaan, dimana masyarakat Kaili memiliki ritual yang sangat bergantung pada aliran sungai sebut saja Norakeke, Norabinangga, Pompaura, Moave Sakaya, Mevote Karona dan Mokeso.

Festival Bunyi Bungi menjadi bagian dari Indonesiana yaitu sebuah platform pendukung kegiatan seni budaya di Indonesia yang bertujuan untuk membantu tata kelola kegiatan seni budaya yang berkelanjutan, berjejaring dan berkembang. Indonesiana ini diinisiasi oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI yang dikerjakan dengan semangat gotong royong dengan melibatkan semua pihak yang memiliki kepedulian dan kepeningan atas pemajuan kebudayaan di Indonesia.

Dengan mengusung tema “Membaca Adab dan Peradaban”, Festival Bunyi Bungi ini mencoba melihat pentingnya pengelolaan kebudayaan yang bersifat non-materiil, berupa nilai-nilai (adab) sosial yang tumbuh dalam masyarakat. Festival ini juga diharapkandapat terus menjadi peristiwa budaya untuk tujuan mempertajam nilai-nilai solidaritas sosial, kekeluargaan, keramah-tamahan sosial dan rasa cinta tanah air yang berfungsi sebagai perekat dan pemersatu keberagaman bangsa.


Di Festival Bunyi Bungi ini akan menghadirkan : Pertunjukan Masyarakat Adat, Seni Pertunjukan dari Seniman Internasional, Nasional dan Lokal. Selain itu akan Dialog Kebudayaan yang menitikberatkan peranan Kabupaten dalam UU No.5 Tahun 2017. Menariknya di event ini akan ada item kegiatan Jelajah Budaya yaitu kunjungan ke Desa-desa di Kabupaten Sigi yang masih menjunjung tinggi budaya dan hukum-hukum adat. Tidak ketinggalan akan ada Pasar Tradisional dan Pameran Kerajinan.

Festival yang akan diselenggarkan pada tanggal 30 Agustus s.d 1 September ini diharapkan dapat menjadi medium yang terus menginspirasi dan juga sebagai apresiasi untuk terus melestarikan keberadaan dan kebudayaan bungi itu sendiri. Sehingga dalam fetival ini tidak ada batasan tafsir terhadap “bungi”. Dewan Kesenian Sigi, Pemerintah Kabupaten Sigi dan Komunitas Polelea Sigi akan menjadi rumah bagi seniman untuk menunjukan interpretasi mereka terhadap makna dan semangat kebudayaan bungi dalam karya garapannya masing-masing. Setidaknya ada 5 penyaji Masyarakat Adat, 7 seniman lokal, 4 seniman/kelompok seni Sigi, 6 seniman nasional dan 3 seniman internasional.

Festival ini telah dirintis secara mandiri oleh pekerja seni di Kabupaten Sigi sejak tahun 2013 yang mampu membangun jejaring kesenian dengan mengundang seniman mancanegara dan nasional. Dari event inilah penggiat seni di Kabupaten Sigi menyatakan bahwa kemandirian adalah pijakan mereka dalam berkarya. namun, dari kemandirian inilah Komunitas Polelea juga mampu bersinergi dengan Pemerintah Daerah.

Festival Bunyi Bungi ini menjadi rangkaian Festival Gaung Sintuvu bagian dari platform kebudayaan Indonesiana. Kerja sama ini diharapkan mampu menambah gaung festival dan turut membangun keberlangsungan ekosistem seni dan budaya di Sulawesi Tengah khususnya di Kabupaten Sigi.

Comments

Popular Posts