Twilight Memory (Part 1)

Penyintas bencana di Kelurahan Petobo (Dok. BBC indonesia)

Sejak gempa, tsunami dan likuifaksi melanda Palu dan daerah sekitarnya (Kab. Donggala, Kab Sigi dan sebagian Kab. Parimo) di Sulawesi Tengah pada 28 September lalu, dalam kurun waktu 2 minggu sejak bencana terjadi lebih dari 2.000 jenazah telah ditemukan. Namun, jumlah pasti korban meninggal dunia amat mungkin tidak akan diketahui mengingat sejumlah daerah permukiman tersapu tsunami dan likuifaksi sehingga mengubur banyak orang. Bahkan diawal tahun 2019 ini masih ada beberapa jasad korban tsunami ditemukan dalam reruntuhan bangunan.

Mengingat kembali kronologis malam itu
28 September 2018, sebagian penduduk Kota Palu sedang disibukkan dengan adanya sebuah festival tahunan yang mana acara itu akan dilaksanakan di sepanjang Teluk Palu untuk merayakan hari ulang tahun Kota Palu. Lapak-lapak pedagang sudah berjajar di sepanjang pantai, siap menjual beragam penganan, mulai dari camilan gorengan hingga mie instan. Sebagiannya beberapa pelajar dan mahasiswa yang akan menjadi pengisi acara dari rangkain Festival Palu Nomoni tersebut tengah bersiap-siap di belakang panggung dengan wajah gembira begitu pun masyarakat Palu dan sekitarnya yang telah berdatangan di lokasi untuk menyaksikan perhelatan HUT Kota Palu dengan senyum sumringah. 

Sementara itu tidak jauh dari bawah Jembatan Kuning Palu IV dibangun banyak sou (bangunan panggung terbuat dari kayu beratapkan rumbia) dengan ukuran yang tidak terlalu besar berdiri rapi menjadi sebuah kampung kecil yang diberi nama Kampung Kaili menjadi stand pameran dan penjualan aneka kuliner tradisional masyarakat Kaili perwakilan kelurahan dari 8 Kecamatan. Banyak ibu-ibu dari masing-masing Kelurahan tengah mempersiapkan diri untuk menata stand mereka menjadi sedap dipandang mata karena nantinya akan ditinjau langsung oleh Walikota dan beberapa pejabat daerah, tidak sedikit dari para ibu tersebut membawa anak-anak mereka yang usianya beragam dari bayi, batita, balita hingga usia sekolah.

Di Sigi pun suasananya lain lagi, sekitar 16 kilometer sebelah selatan dari pesisir Kota Palu, para remaja dari salah satu SMA Negeri di Palu tengah melaksanakan acara Bible Camp di sebuah Gereja di desa Jono Oge Kab. Sigi. Rencananya malam itu mereka akan bersantap bersama, mengadakan permainan kelompok, mengkaji Alkitab dan pemutaran film.

Gempa mengguncang
Tepat pukul 18.02 Wita, bencana pun terjadi. Tanah seketika berguncang kuat, jalan-jalan
Sumber : BBC Indonesia
terbelah dan bergulung seperti ombak, beberapa bangunan ambruk seketika. Gempa dengan kekuatan 7,4 SR telah melanda Sulawesi Tengah yang berpusat di Sirenja Kab. Donggala.
Gempa ini bukanlah yang pertama, tapi inilah yang terkuat. Bahkan di hari itu tepatnya Jumat, 28 September 2018 sejak pagi telah terjadi beberapa gempa dengan kekuatan 2 hingga 5 SR.
Di Kelurahan Petobo, tanah seketika berubah seperti lumpur hisap. Di kawasan lain, sejumlah penyintas mengatakan mereka dikejar gelombang lumpur yang melahap bangunan dan menyeret manusia ke dalamnya. Gereja tempat lebih dari 80 pelajar sedang mengikuti kajian Alkitab, bergerak sejauh 2 kilometer dari tempat asalnya.
18.05 WITA
Lima menit kemudian, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) merilis peringatan tsunami. Lembaga itu mewanti-wanti gelombang laut akan mencapai 0,5 sampai tiga meter. Antara tiga hingga enam menit berikutnya Kota Palu diterjang ombak setinggi enam meter. Masyarakat setempat hanya punya waktu 10 menit, dari saat gempa mengguncang sampai tsunami menerpa, untuk melarikan diri ke tempat tinggi. Masyarakat berlarian menyelamatkan diri, gelombang pun mengejar. Gempa tersebut ternyata juga merusak jaringan listrik dan komunikasi. Itu artinya banyak orang, tidak menerima peringatan tsunami.
Sumber : BBC Indonesia
Indonesia sebenarnya punya sistem deteksi dini tsunami, namun "sangat terbatas". Kepala Pusat Gempa dan Tsunami BMKG, Rahmat Triyono, mengatakan bahwa dari 170 sensor gempa yang dimiliki BMKG, anggaran pemeliharaan hanya ada untuk 70 sensor. Bahkan, perangkat pemantau ombak terdekat dengan Palu, yang mendeteksi tsunami ini, berada sejauh 200 kilometer. Dan perangkat itu hanya bisa mendeteksi kenaikan ombak setinggi 6 cm, yang saat itu dinilai "tidak signifikan".

Comments

Popular Posts