TAU NISASA ; Konsepsi Tubuh pada Prosesi Kematian

Dipentaskan pada World Dance Day 24Jam Menari, ISI Surakarta (29 April 2013)
TAU NISASA (Dok. Wandy, 2013)



Dimasa berkabung raja berlaku satu aturan kuat yaitu niombo, dimana petinggi kerajaan sepertibaligau maupun galara memerintahkan kepada seluruh warga tidak diperbolehkan melakukan aktivitas dalam lingkungan kehidupan mereka, seperti membangun atau memperbaiki rumah, membersihkan lahan pertanian/ladang, memanen serta membagi hasil panen setelah vunjaberlangsung  dan lainnya hingga berakhir masa berkabung (14 hari). Jika dalam masa berkabung tersebut, ada yang dengan sengaja melakukan aktivitas dilingkungannya maka ia akan mendapatkan bala’ atau hukuman yang diberikan langsung kepada mereka. Menjadi mabunto, dan akan menerima kesakitan pada tubuhnya karena telah melanggar yang telah dititahkan oleh pihak kerajaan.  
TAU NISASA (Dok. Wandy, 2013)
Mereka yang mendapatkan hukuman ini disebut Tau Nisasa yaitu orang-orang yang mendapatkan siksa alam dikarenakan telah melanggar aturan serta ketentuan adat yang berlaku.  Mereka akan mengalami transendens pada tubuh mereka, bagian pada tubuh tertentu secara terus menerus kesakitan serasa dirasuki oleh kekuatan jahat.  Tau Nisasa akan secara terus menerus merasakan getaran pada tubuh hingga ia bisa disembuhkan oleh denda adat usai masa berkabung atau bisa jadi ia akan meninggal akibat sakit pada tubuhnya tersebut. Dalam proses penyembuhan, pihak keluaraga diwajibkan membayar denda, yang akan dilakukan proses penyembuhhan usai masa berkabung (melewati 14 hari).  Dan selama menjalani kesakitan pada diri juga tubuh, mereka dihibur oleh Vaino agar bisa menyesali apa yang telah mereka langgar. Nipakabutu pasu patampasu, Niombo mpesinji ngata njumanggu. Tuda-tuda le mamala ra pupu, mesapuaka mabunto magero.


TAU NISASA (Dok. Wandy, 2013)
Konsepsi ruang pada pertunjukan ini adalah tubuh penari. Sejarah tubuh perempuan tak lepas dari konsekuensi logis sejarah patriakal (laki-laki) dan ekonomi.  Tubuh menjadi tidak mengenal dirinya sendiri.  Dalam konteks dunia tari, kostum menjadi hal penting bagi koreografer dalam pencapaian ekstetiknya. Berpola pada ragam gerak kontemporer dengan sumber gerak Salonde dan Raego, koreografer mempunyai tafsir yang berbeda dalam menyikapi artistik tubuh.  Apakah transbody dan desain bisa membongkar personalisasi penari agar terbebas dari bentuknya sendiri-menjadi satu kesatuan elemen dari simbol-simbol dan identitas? Dan bagaimanakah perjalanan kreatif kostum dalam menandai dan memaknai tubuh, gerak, cahaya hingga menyatu menjadi satu kesatuan dalam tata rupa panggung? Sudahkah elemen-elemencostumersmovementsexpressions, menjadi satu keutuhan koreografi? Dan bagaimana transenden tari tradisi disikapi dalam perspektif kekinian? dan isu perempuan selalu memiliki dinamikanya sendiri yaitu berusaha menjaga retorika “wanita” dengan semangat yang dikobarkan.
Poster TAU NISASA
(Dok. Ichen, 2013)
Karya ini akan dipentaskan pada World Dance Day. World Dance Day adalah sebuah event tari tahunan yang diselenggarakan oleh Fakultas Seni Pertunjukan ISI Surakarta. Event ini bertajuk “24 Jam Menari” yang akan diikuti oleh 10.000 pelaku tari di seluruh wilayah Indonesia dan mancanegara karena merupakan puncak perayaan Hari Tari Dunia. World Dance Day (WDD) dengan tajuk “ SOLO 24 Jam Menari” sebuah pengelolaan jaringan bahwa tari masih tetap tumbuh dan berfungsi di segala lapisan masyarakat.

Comments

Popular Posts