Road To "KONSER SASTRA" Narangguni Smazhar Palu #1 ; Mengenal Musikalisasi Puisi


Tahun 2019 ini, masyarakat Palu mulai berbenah khususnya berbenah hati pasca bencana gempa-tsunami-likuifaksi 6 bulan lalu. Masyarakat Palu mulai menata kehidupan dan membangun proses kebahagiaannya masing-masing untuk menghindari trauma yang berkelanjutan. Melalui kesenian menjadi alternatif lain masyarakat Palu menghibur dirinya. di beberapa titik Kota Palu beberapa gelaran kesenian mulai diadakan seperti Seni Pertunjukan, Band Kustik, Break dance dan Stand UP Comedy menjadi variasi tontonan sekaligus hiburan masyarakat Palu.

Nah, tahun ini siswa SMA punya cara lain untuk mengemas sebuah tontonan kesenian. SMA Al Azhar Palu akan menggelar sebuah KONSER SASTRA seperti apa bentuk dan kemasannya serta cerita menarik dibalik proses mereka, nah ada baiknya kita kenalan dulu nih sama yang namanya Musikalisasi Puisi.

Puisi adalah sebuah bentuk karya sastra paling tua yang berfungsi sebagai salah satu media untuk mengungkapkan pengalaman hidup manusia baik itu pikiran maupun perasan yang bersifat imajinatif. Puisi juga bisa menjadi sebuah karya pertunjukan yang menarik melalui musikalisasi puisi. Eksistensi puisi dalam musikalisasi puisi memiliki kedudukan yang sangat penting. 

Musikalisasi puisi adalah sebuah penciptaan karya puisi yang dikemas dalam sebuah lagu dimana bait-bait puisi menjadi syairnya. musikalisasi puisi di Indonesia sebenarnya telah tumbuh sejak era 80-an yang dipopulerkan oleh  sastrawan/seniman seperti Sapardi Djoko Damono, Emha Ainun Nadjib, Ferdi Arsi. Namun berbeda lagi dengan Ebiet G. Ade seorang penyanyi balada yang rutin menulis puisi kemudian menciptakan aransemen musik untuk puisinya tersebut hingga menjadi sebuah lagu yang utuh.

Musikalisasi puisi sesungguhnya dapat didesain menjadi salah satu cara untuk mendekatkan puisi kepada masyarakat lebih luas tidak hanya bagi peminat sastra. Musikalisasi puisi dapat memberikan sebuah penajaman makna sehingga membantu masyarakat yang tidak berminat pada sastra pada akhirnya menjadi memahami sebuah puisi.

Di Indonesia belum diketahui pasti asal usul musikalisasi puisi ini, namun sekitar abad 8 M tepatnya era relief Borobudur terdapat gambar beberapa alat musik seperti kecapi, dawai gesek, suling dan beberapa lagi lainnya. Hal tersebut mengindikasikan bahwa bangsa Indonesia telah mengenal alat musik dan tentunya lagu yang disenandungkan berupa kata-kata. Kemudian sekitar abad ke-15 di era Kerajaan Demak, syair-syair Sunan Kalijaga sering dilantunkan dengan alunan gendang, yang selanjutnya budaya tembang dan musik di lestarikan ketika digelarnya pertunjukan wayang. Budaya musik dan sinden yang melengkapi pertunjukan wayang tetap bertahan selama ratusan tahun dan bisa lestari sampai sekarang. Hal ini membuktikan bahwa musikalisasi puisi bukanlah hal yang baru bagi bangsa Indonesia khususnya dipulau Jawa sebagai penduduk terbanyak.

Pada tahun 40-an, musikalisasi puisi modern mulai berkembang ditengah masa penjajahan Belanda. Kala itu seorang pengubah lagu Cornel Simanjuntak mencoba memasukkan puisi-puisi karya Sanusi Pane kedalam musikalisasi puisi dan menghasilkan beberapa karya musik seriosa. Perkembangan selanjutnya terjadi pada tahun 60-an, ketika pemusik yang bernama FX Soetopo mencoba puisi karya penyair Kirdjomulyo dan melantunkannya kedalam musik puisi. Dari kolaborasi tersebut memang bisa menghasilkan puisi dan lagu indah, namun kurang populer.

Nanti pada masa yang sama di kota Yogyakarta beberapa para penyair Malioboro membacakan puisi yang disertai musik. Puisi karya Umbu Landu Paranggi dibacakan dengan musik oleh anak-anak didiknya, diantaranya Emha Ainun Najib, Ebiet G Ade dan lainnya. Lalu, Emha Ainun Najib atau yang lebih dikenal Cak Nun sering menggelar musik puisi di beberapa daerah di Yoyakarta dan sekitarnya bersama pagelaran teater. Pagelaran musik puisi Cak Nun semakin berkembang ke kota-kota lainnya diantarnya adalah kota Malang, Surabaya dan Makassar.

Nah, kembali pada Ebiet G Ade. Ia memulai solo karier menjadi penyair yang melantunkan puisi dengan alat musik yang bertema tentang religi dan alam. Musikalisasi puisi yang dibawakan Ebiet menuai sukses dan mendapatkan tempat di hati penikmat musik dan sastra di Indonesia.
Pada era selanjutnya sekitar tahun 70-an, penyair Taufik Ismail pun mulai menjalin kerjasama dengan kelompok musik Bimbo untuk melantunkan lagu religi dan rohani.

Comments

Popular Posts